Orang Bilang Ini Cinta Pertama

1 comment
Ah, sudah dua bulan lamanya aku ndeketin dia. Lama juga ya? Mana mantannya masih berhubungan sama dia lagi. Haduh, pelik juga masalah ini. Tuhan, tolong jadikanlah dia milikku.
Masih saja aku duduk termenung sendiri di depan ruang himpunan, meratapi masalah yang melandaku. Ya, aku mahasiswa tingkat pertama yang sedang merasakan apa yang orang-orang bilang ‘cinta pertama’. Ku hisap rokok dalam-dalam sembari memikirkan masalah pelik ini. Pikiranku melayang ke masa saat pertama aku melihat dia, setelah tiga tahun lamanya tak bersua.
Waktu itu, awal masuk kuliah, aku melihat sesosok wanita yang mengembalikan pikiranku akan seorang wanita. Ku amati dengan seksama wajah dan perwakannya. Badannya kurus dan sedikit tinggi, kulitnya yang sedikit putih, wajahnya yang lonjong, matanya yang indah dan bulat, rambut yang lurus dan dikucir kuda, pipinya yang tembem, dan mulut yang tipis serta kecil itu, hampir sama dengan dia. Sesaat aku bingung, apakah itu dia, karena dulu dia tidak memakai kawat gigi dan yang jelas sekarang dia lebih cantik. Aku semakin yakin kalau wanita itu, dia, karena dia mempunyai hidung yang pesek. Ya, semua ciri-ciri itu mirip dengan Rani, wanita yang kusukai waktu SMP.
Dugaanku benar waktu aku berkenalan dengannya.
“Rani ya?”, sapaku.
“Iya, Hem, bentar-bentar, ini Hari bukan?”
“Iya. Eh, kamu masuk sini juga toh? Masuk jurusan sini juga?”
“Iya dong.”
Wah, sepertinya kuliah menyenangkan nih.
Setelah perkenalan singkat itu, aku langsung bertukaran nomer HP dengan Rani.
Beberapa bulan setelah perkenalan kembali yang singkat itu, tak ada perasaan apapun terhadap Rani. Hingga sekitar satu semester aku merasakan ada benih-benih cinta lama yang bersemi kembali dan sejak itulah aku sering sekali SMS-an, saling menceritakan tentang masalah kami berdua dan tak lupa sekadar saling menyemangati satu sama lain.
Puncaknya, waktu aku ditunjuk oleh kakak angkatanku untuk menjadi ketua sebuah acara penyambutan mahasiswa baru jurusanku. Aku lupa tepatnya itu kapan. Penunjukannya pun semena-mena. Pada waktu rapat evaluasi acara kampus, tanpa tedeng aling-aling, si kakak angkatanku langsung menunjuk aku dan semua teman seangkatanku yang mengikuti rapat evaluasi itu terdoktrin. Doktrin itu terbukti saat pemilihan ketua acara penyambutan mahasiswa baru, hampir semua teman seangkatan memilih aku.
Kesempatan ini tak kusia-siakan, langsung aku menunjuk Rani sebagai sekretaris acara itu. Yah, hitung-hitung agar lebih dekat dengan Rani lah. Dan gara-gara kerja sama itu, hubunganku dengan Rani menjadi lebih dekat. Aku sering mangajak Rani makan dan nonton, awalnya sih bersama teman-teman Rani, karena aku masih malu berduaan dengannya. Rasa malu itu lama-lama hilang seiring berjalannya waktu, aku berani mengajak Rani makan dan nonton berdua saja.
Semalam saja tak melihat wajah Rani yang cantik serta kelakuannya yang seperti anak-anak, aku sudah rindu setengah mati. Harus rajin kuliah nih, biar bisa lihat Rani sepanjang hari. Yo, semangat 45 kawan!.
Sekarang dunia berasa berwarna dan indah. Aku seperti berada di antara bunga yang indah, Nampak tak ada tanda-tanda badai akan dating.
Namun, tiba-tiba saja bunga-bunga yang indah itu layu, awan gelap datang, dan badai pun datang juga. Ya, semua itu terjadi saat aku membaca sebuah SMS masuk di HP Rani, kulihat SMS itu, tertulis nama seseorang, Mandra. Langsung saja kubaca SMS itu, dadaku langsung sesak, langsung saja kubuka inbox dan kubaca semua SMS dari Mandra yang ada diantara SMS dariku. Dadaku bertambah sesak, pandangan mataku kabur. Langsung kututup HP Rani dan kuberikan kepadanya saat dia datang sambil membawa makanan.
“Eh, Ran. Mandra itu siapa e?”, tanyaku membuka percakapan.
“Oh, Mandra? Dia mantanku”, jawabnya sembari makan.
“Kok masih suka SMS-an?”
“Loh? Emangnya nggak boleh SMS-an sama mantan?”
Keadaan menjadi sunyi dan hening. Aku dan Rani diam seribu kata. Tak ada sepatah kata yang keluar dari mulut kami.
Marah, sedih, dan cemuburu bercampur menjadi satu di hatiku. Dari SMS yang kubaca, kuketahui bahwa Mandra masih mengharapkan cinta Rani dan berusaha untuk balikan.
Aku terbangun dari lamunanku, ku hisap rokokku lagi, hisapan terkahir. Langit sudah berwarna lembayung, lampu-lampu lorong sudah hidup, kulihat arlojiku, jarum jam menunjukkan angka 5. Sudah sore rupanya. Aku membuka HP dan menlfon sahabatku, Yudha.
“Yud, kamu di kos kan? Aku ke kosmu ya. Aku meh curhat ki.”
He eh. Yowes toh.”, jawabnya singkat.
“oke, aku meluncur ke kos mu.”
Aku pun beranjak dari tempat dudukku dan berjalan dengan langkah pelan dan berat ke arah parkiran. Setelah diatas motor, kuarahkan motorku menuju kosnya Yudha.
Sesampainya di kos Yudha, aku menceritakan semua masalah yang menimpaku, kuceritakan semua hingga air mata membasahi pipiku. Selama aku bercerita, Yudha mendengarkan dengan penuh kidhmat. Setelah aku selesai bercerita, Yudha berkata dengan bijak bahwasannya aku harus kuat, Rani harus aku perjuangkan, dan menyingkirkan si Mnadra.
Ya, aku harus kuat nggak boleh lemah! aku harus mendapatkan Rani, apapun yang terjadi! Persetan dengan Mandra!
Tanggal 22 Mei 2013, Hari Senin, setelah kuliah selesai, aku mengajak Rani makan di rumah makan yang sering kami kunjungi. Sudah kutetapkan bahwa hari ini aku akan menyatakan perasaanku kepada Rani. Percakapan kami awalnya hanya mengenai hal-hal kuliah dan tetek bengeknya. Ku ambil nafas dalam-dalam untuk menghimpun kekuatan dan kupegang kedua tangan Rani.
“Ran, aku cinta sama kamu, kamu mau nggak jadi cewekku?”
Sebuah kalimat itu langsung keluar cepat-cepat dari mulutku yang tebal ini. Plong rasanya. Namun perasaan lega itu hanya sebentar saja mendiami hati dan secepat kilat tergantikan rasa was-was. Was-was menunggu jawaban Rani.
Tuhan, semoga Rani mau menjadi pacarku.
Setelah pertanyaan itu keluar, ku lihat wajah Rani kaget. Dia diam sebentar dan berkata
“Hem, beri aku waktu untuk berfikir ya.”
“Oke, tapi jangan lam-lama ya.”, jawabku dengan senyum yang dipaksakan.
Aku kecewa, karena setidaknya aku menginginkan jawaban itu sekarang. Setelah itu, ada suasana canggung antara aku dan Rani.
Dua hari sudah berlalu setelah hari pengungkapan rasa cinta itu. Kuliah pun selesai, dan tiba-tiba saja Rani mengajakku ke parkiran. Setelah sampai parkiran, sebuah kalimat keluar dari mulut Rani yang kecil itu.
“Hem, kita coba dan jalani dulu ya.”, kata Rani sembari mencium pipiku dengan lembut.


Cipta Swastika
Next PostNewer Post Previous PostOlder Post Home

1 comments:

Fajar said...

jumpa pertama kuterpesona menatap wajahnya, saling menyapa dan saling tersenyum.. kulukiskan namanya dalam hati paling dalam, kan kulukiskan indahnya cinta yang bergejolak di dalam dadaku, kan kupastikan dia jadi milikku...