Ah,
sudah dua bulan lamanya aku ndeketin dia. Lama juga ya? Mana mantannya masih
berhubungan sama dia lagi. Haduh, pelik juga masalah ini. Tuhan, tolong
jadikanlah dia milikku.
Masih saja aku duduk
termenung sendiri di depan ruang himpunan, meratapi masalah yang melandaku. Ya,
aku mahasiswa tingkat pertama yang sedang merasakan apa yang orang-orang bilang
‘cinta pertama’. Ku hisap rokok dalam-dalam sembari memikirkan masalah pelik
ini. Pikiranku melayang ke masa saat pertama aku melihat dia, setelah tiga
tahun lamanya tak bersua.
Waktu itu, awal masuk
kuliah, aku melihat sesosok wanita yang mengembalikan pikiranku akan seorang
wanita. Ku amati dengan seksama wajah dan perwakannya. Badannya kurus dan
sedikit tinggi, kulitnya yang sedikit putih, wajahnya yang lonjong, matanya
yang indah dan bulat, rambut yang lurus dan dikucir kuda, pipinya yang tembem, dan
mulut yang tipis serta kecil itu, hampir sama dengan dia. Sesaat aku bingung,
apakah itu dia, karena dulu dia tidak memakai kawat gigi dan yang jelas sekarang
dia lebih cantik. Aku semakin yakin kalau wanita itu, dia, karena dia mempunyai
hidung yang pesek. Ya, semua
ciri-ciri itu mirip dengan Rani, wanita yang kusukai waktu SMP.
Dugaanku benar waktu
aku berkenalan dengannya.
“Rani ya?”, sapaku.
“Iya, Hem,
bentar-bentar, ini Hari bukan?”
“Iya. Eh, kamu masuk
sini juga toh? Masuk jurusan sini juga?”
“Iya dong.”
Wah,
sepertinya kuliah menyenangkan nih.
Setelah perkenalan
singkat itu, aku langsung bertukaran nomer HP dengan Rani.
Beberapa bulan setelah
perkenalan kembali yang singkat itu, tak ada perasaan apapun terhadap Rani.
Hingga sekitar satu semester aku merasakan ada benih-benih cinta lama yang
bersemi kembali dan sejak itulah aku sering sekali SMS-an, saling menceritakan tentang masalah kami berdua dan tak
lupa sekadar saling menyemangati satu sama lain.
Puncaknya, waktu aku
ditunjuk oleh kakak angkatanku untuk menjadi ketua sebuah acara penyambutan
mahasiswa baru jurusanku. Aku lupa tepatnya itu kapan. Penunjukannya pun
semena-mena. Pada waktu rapat evaluasi acara kampus, tanpa tedeng aling-aling, si kakak angkatanku langsung menunjuk aku dan
semua teman seangkatanku yang mengikuti rapat evaluasi itu terdoktrin. Doktrin
itu terbukti saat pemilihan ketua acara penyambutan mahasiswa baru, hampir
semua teman seangkatan memilih aku.
Kesempatan ini tak
kusia-siakan, langsung aku menunjuk Rani sebagai sekretaris acara itu. Yah,
hitung-hitung agar lebih dekat dengan Rani lah. Dan gara-gara kerja sama itu,
hubunganku dengan Rani menjadi lebih dekat. Aku sering mangajak Rani makan dan
nonton, awalnya sih bersama teman-teman Rani, karena aku masih malu berduaan
dengannya. Rasa malu itu lama-lama hilang seiring berjalannya waktu, aku berani
mengajak Rani makan dan nonton berdua saja.
Semalam
saja tak melihat wajah Rani yang cantik serta kelakuannya yang seperti
anak-anak, aku sudah rindu setengah mati. Harus rajin kuliah nih, biar bisa
lihat Rani sepanjang hari. Yo, semangat 45 kawan!.
Sekarang dunia berasa
berwarna dan indah. Aku seperti berada di antara bunga yang indah, Nampak tak
ada tanda-tanda badai akan dating.
Namun, tiba-tiba saja
bunga-bunga yang indah itu layu, awan gelap datang, dan badai pun datang juga.
Ya, semua itu terjadi saat aku membaca sebuah SMS masuk di HP Rani, kulihat SMS
itu, tertulis nama seseorang, Mandra. Langsung saja kubaca SMS itu, dadaku
langsung sesak, langsung saja kubuka inbox
dan kubaca semua SMS dari Mandra yang ada diantara SMS dariku. Dadaku bertambah
sesak, pandangan mataku kabur. Langsung kututup HP Rani dan kuberikan kepadanya
saat dia datang sambil membawa makanan.
“Eh, Ran. Mandra itu
siapa e?”, tanyaku membuka
percakapan.
“Oh, Mandra? Dia
mantanku”, jawabnya sembari makan.
“Kok masih suka SMS-an?”
“Loh? Emangnya nggak boleh SMS-an sama mantan?”
Keadaan menjadi sunyi
dan hening. Aku dan Rani diam seribu kata. Tak ada sepatah kata yang keluar
dari mulut kami.
Marah, sedih, dan
cemuburu bercampur menjadi satu di hatiku. Dari SMS yang kubaca, kuketahui
bahwa Mandra masih mengharapkan cinta Rani dan berusaha untuk balikan.
Aku terbangun dari
lamunanku, ku hisap rokokku lagi, hisapan terkahir. Langit sudah berwarna
lembayung, lampu-lampu lorong sudah hidup, kulihat arlojiku, jarum jam
menunjukkan angka 5. Sudah sore rupanya. Aku membuka HP dan menlfon sahabatku,
Yudha.
“Yud, kamu di kos kan?
Aku ke kosmu ya. Aku meh curhat ki.”
“He eh. Yowes toh.”,
jawabnya singkat.
“oke, aku meluncur ke
kos mu.”
Aku pun beranjak dari
tempat dudukku dan berjalan dengan langkah pelan dan berat ke arah parkiran.
Setelah diatas motor, kuarahkan motorku menuju kosnya Yudha.
Sesampainya di kos
Yudha, aku menceritakan semua masalah yang menimpaku, kuceritakan semua hingga
air mata membasahi pipiku. Selama aku bercerita, Yudha mendengarkan dengan
penuh kidhmat. Setelah aku selesai bercerita, Yudha berkata dengan bijak
bahwasannya aku harus kuat, Rani harus aku perjuangkan, dan menyingkirkan si
Mnadra.
Ya,
aku harus kuat nggak boleh lemah! aku harus mendapatkan Rani, apapun yang
terjadi! Persetan dengan Mandra!
Tanggal 22 Mei 2013,
Hari Senin, setelah kuliah selesai, aku mengajak Rani makan di rumah makan yang
sering kami kunjungi. Sudah kutetapkan bahwa hari ini aku akan menyatakan
perasaanku kepada Rani. Percakapan kami awalnya hanya mengenai hal-hal kuliah
dan tetek bengeknya. Ku ambil nafas
dalam-dalam untuk menghimpun kekuatan dan kupegang kedua tangan Rani.
“Ran, aku cinta sama
kamu, kamu mau nggak jadi cewekku?”
Sebuah kalimat itu
langsung keluar cepat-cepat dari mulutku yang tebal ini. Plong rasanya. Namun perasaan lega itu hanya sebentar saja mendiami
hati dan secepat kilat tergantikan rasa was-was. Was-was menunggu jawaban Rani.
Tuhan,
semoga Rani mau menjadi pacarku.
Setelah pertanyaan itu
keluar, ku lihat wajah Rani kaget. Dia diam sebentar dan berkata
“Hem, beri aku waktu
untuk berfikir ya.”
“Oke, tapi jangan
lam-lama ya.”, jawabku dengan senyum yang dipaksakan.
Aku kecewa, karena
setidaknya aku menginginkan jawaban itu sekarang. Setelah itu, ada suasana
canggung antara aku dan Rani.
Dua hari sudah berlalu
setelah hari pengungkapan rasa cinta itu. Kuliah pun selesai, dan tiba-tiba
saja Rani mengajakku ke parkiran. Setelah sampai parkiran, sebuah kalimat
keluar dari mulut Rani yang kecil itu.
“Hem, kita coba dan
jalani dulu ya.”, kata Rani sembari mencium pipiku dengan lembut.
Cipta Swastika
1 comments:
jumpa pertama kuterpesona menatap wajahnya, saling menyapa dan saling tersenyum.. kulukiskan namanya dalam hati paling dalam, kan kulukiskan indahnya cinta yang bergejolak di dalam dadaku, kan kupastikan dia jadi milikku...
Post a Comment