Wisuda menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti peresmian atau pelantikan yang dilakukan
dengan upacara khidmat. Biasanya acara wisuda ini akan dihadiri oleh anggota
keluarga wisudawan/i yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Orang tua
wisudawan/i dengan wajah sumringah
melihat anaknya telah dinyatakan resmi berhak menyandang gelar sarjana *gilakkk, udah sarjana brooo*. Bila yang
di wisuda anak pertama di dalam keluarga tersebut, biasanya satu trah (keluarga besar) akan menghadiri
acara wisuda tersebut atau bisa juga satu desa akan datang sehingga menyebabkan
banyak mobil/bus parkir disekitaran gedung acara wisuda dan menyebabkan
kemacetan di jalan *hasil dari pengamatan
sekilas selama 4 tahun kuliah di UGM sih*. Yah, walaupun banyak orang tua yang tinggal jauh dari Jogja, pasti dibela-belain dateng ke acara wisuda
anaknya dengan memakai baju terbaik yang mereka punya*hasil dari pengamatan sekilas*.
Well, setelah 6 bulan berjibaku dengan yang namanya skripsweet untuk menyelesaikan study S-1 *kenyataannya 1,5 tahun tak tinggal kerja, maen, dan 2x ganti judul*,
akhirnya selesai juga skripsweet ini,
dengan judul yang gak mewah dan amat sangat mudah dipahami dengan
idealisme “yang penting lulus”. Bila banyak
dari kita, yang mahasiswa, dalam proses mengerjakan skripsi dibantu oleh dosen
pembimbing, berbeda jauh denganku. Selama 6 bulan itu, entah mengapa aku merasa
mengerjakan skripsi dengan kemampuan sendiri, sedikit sekali aku mendapatkan
arahan dari dosen pembimbing. Mungkin dikarenakan dua dosen pembimbingku tidak
mengerti sama sekali mengenai tema skripsiku. Menurut jurusanku, semua dosen di
jurusanku menguasai ilmu ke-TIP-an, sehingga mahasiswa yang mendaftar skripsi akan
dibimbing oleh dosen yang masih kosong slot-nya, walaupun tema skripsinya jauh
banget sama yang dikuasai dosen tersebut. Padahal kenyataannya setiap manusia
tidak bakal menguasai semua ilmu, pasti dia menonjol/menguasai di salah satu
bidang keilmuan. Entah, tak tahu lah apa
yang dipikirkan jurusanku, mentang – mentang bukan proyek dosen jurusan,
seenaknya menganggap hal seperti itu. Well, intinya selama skripsi tak ada
yang mendorong saya untuk menyelesaikan skripsi. Satu – satunya dorongan
hanyalah diriku sendiri, sehingga di lembar persembahan aku hanya berterima
kasih kepada diriku sendiri *Sengsu, broo*.
Bualn April 2016, aku dibantai di ruangan sempit oleh 2 dosen pembimbing dan
satu dosen penguji serta tidak bisa wisuda bulan Mei 2016 karena tidak
mendapatkan restu dari “Ibuk” dosen
pembimbing satu. Setelah melewati bulan yang suram itu, akhirnya aku bisa ikut
wisuda bulan Agustus 2016 dengan nilai skripsi yang keluar di detik –detik akhir
*padahal jilidtan skripsi udah tak
serahin 2 minggu sebelum batas nilai akhir masuk*. Deg – deg-an rasanya, masak enggak bisa lulus Agustus juga, masak bayar
lagi? Mana udah enggak dikirimin duit.
Well, setelah 1,5 tahun berkawan dengan buku dan kertas – kertas foto
kopian yang jumlahnya jutaan, entah kenapa tidak ada rasa bahagia di dalam hati
untuk menantikan wisudaku yang jatuh pada bulan Agustus 2016. Mungkin karena
banyak aspek penting yang harus ada di dalam wisuda, tidak dapat aku penuhi. Aspek
yang paling penting dan utama dalam wisuda adalah PENDAMPING!. Yak, selama 1,5 tahun entah kenapa aku
tidak kepikiraan sama sekali untuk mencari pendamping!. *seharusnya aku konsen dulu nyari pendamping baru wisuda*. Akan terasa
sepi sekali wisudaku tanpa adanya sesosok makhluk indah ciptaan Tuhan di
samping saya *yang pastinya wanita*. Tanpa
adanya kehadiran wanita di sampingku, aku akan merasa seperti batu kerikil di
acara wisuda dan itu pasti.
Aspek penting lainnya yang harus
ada di dalam wisuda adalah kehadiran sebuah KELUARGA. Yap, keluargaku yang sedang asyik jalan – jalan berburu kangguru di
negeri di selatan Indonesia tidak akan pulang kampung untuk menghadiri
wisudaku. Dengan alasan yang macam – macam mulai dari sibuk hingga hal yang
enggak masuk akal seperti “ntar enggak
ada yang masakin ayah”, mereka menolak undangan wisudaku. Awalnya aku tidak
menerima alasan tersebut dan otakku berpikiran liar bahwa alasan sebenarnya
adalah biaya untuk pulang ke Indonesia amat mahal dan mungkin memang itulah
tabiat keluargaku, hahaha. Pada saat
itulah aku merasakan PHP yang amat sakit, karena saat hati ini tidak menerima
alasan yang tidak masuk akal tersebut, ibuku berkata akan pulang. Namun, minggu
ini beliau membatalkan niatnya dengan alasan “ayah aja wisuda S-3 enggak ada yang datang” *Faaakkkkkkk, jangan samain S-1 ama S-3 lah”. 1, 5 tahun berjuang
untuk menyelesaikan skripsi agar bisa
sekedar foto bersama keluarga dengan memakai toga dan ada slempangan dengan logo UGM dan senyum mengembang di wajah
keluargaku, pupus sudah. Berbagai halangan seperti di kata – katain orang tua *pernah orang tua berkata telah kecewa sama
aku gegara lulus lama juga*dan dosen ngatain
kalau aku orangnya ngeyel, aku lawan
dan lewati hanya untuk tujuan kecil tersebut. Hanya untuk menunjukkan “aku bisa nyelesain studyku dengan usahaku
sendiri! Banggalah denganku! Aku udah menuruti keinginan kalian untuk memiliki
anak seorang alumni UGM!”, aku berdamai dengan kesendirian hingga aku
bercerita tentang kesendirianku kepada kesendirian itu. Wow, otak ini udah ngebayangin aku bakalan lari – lari dari FTP sampe
GSP karena telat ikut wisuda, masuk GSP sendirian, foto sendirian, ngomong
sendirian dan ngelakuin apapun sendirian! Yap, SENDIRI!. Yah, karena aku sudah
terbiasa sama kesendirian dan berdamai dengan kesendirian tentunya, aku anggap
itu konsekuensi atas perbuatanku di masa lalu. Enggak etis juga kan aku
nyalahin lingkungan dan apapun itu yang ada di sekitarku? Karena normalnya kita
berfikiran bahwa kita yang harus mengerti lingkungan. Tapi aku bukan seperti
orang kebanyakan.
Well, mungkin kalian yang membaca berkata “apasih, Cuma wisuda enggak
dihadiri ortu juga”, tapi kalian taulah gimana rasanya jauh dari keluarga,
berfikirlah bahwa saat wisuda itu adalah saat kamu tertawa lepas bersama
keluargamu dan bagi kalian yang udah wisuda pasti taulah enggak enaknya wisuda
sendirian *apasih, tulisanku enggak beraturan banget*. Tapi yah persetan sih
sama pendapat kalian tentang tulisanku ini, toh ini tulisanku, bukan tulisanmu.
Hahaha. Harusnya sih kalian ngerasain sendiri apa yang tak rasain.
0 comments:
Post a Comment